Ahmad Kholid
Prinsip pendidikan kesehatan
1. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi
merupakan kumpulan pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang
dapat mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan.
2. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan
oleh seseorang kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran
pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah
lakunya sendiri.
3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan
sasaran agar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah
sikap dan tingkah lakunya sendiri.
4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran
pendidikan (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah
sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
B. Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat
Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi :
1. Dimensi sasaran
a. Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu.
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
2. Dimensi tempat pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.
c. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran masyarakat atau pekerja.
3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a. Pendidikan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion),
misal : peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan
sebagainya.
b. Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection) misal : imunisasi
c. Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan
tepat (Early diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan
layak dan sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.
d. Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation)
misal : dengan memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan
tertentu.
C. Metode pendidikan kesehatan
1. Metode pendidikan Individual (perorangan)
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu ;
1) Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif
2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
3) Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan
kesadaran, penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah
perilaku)
b. Interview (wawancara)
1) Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan
2) Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima
perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan
diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat,
apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2. Metode pendidikan Kelompok
Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok
itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya
pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
2) Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan
pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian
(presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang
dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok ;
Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan
diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih
tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan
diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga
diskusi berjalan hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta.
2) Curah pendapat (Brain Storming) ;
Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan
memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan,
tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart/papan
tulis, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar
dari siapa pun, baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap
anggota mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
3) Bola salju (Snow Balling)
Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang).
Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih
kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap
mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian
tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi
dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi
diskusi seluruh kelas.
4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian
dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain,
dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya
kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.
5) Memainkan peranan (Role Play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan
tertentu untuk memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter
puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota lainnya
sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana
interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.
6) Permainan simulasi (Simulation Game)
Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan
disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara
memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu,
gaco (penunjuk arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain,
dan sebagian lagi berperan sebagai nara sumber.
3. Metode pendidikan Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Contoh :
a. Ceramah umum (public speaking)
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional, misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media
elektronik baik TV maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan
bentuk pendidikan kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas
kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui
TV atau radio adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa. Contoh
: ”Praktek Dokter Herman Susilo” di Televisi.
d. Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan
bentuk pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di
Indosiar hari Sabtu siang (th 2006)
e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel
maupun tanya jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga
merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster
dan sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh :
Billboard ”Ayo ke Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya
(Pemberantasan Sarang Nyamuk).
D. Alat bantu dan media pendidikan kesehatan
1. Alat bantu (peraga)
a. Pengertian ;
Alat-alat yang digunakan oleh peserta didik dalam menyampaikan
bahan pendidikan/pengajaran, sering disebut sebagai alat peraga. Elgar
Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas) macam, dan
sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat bantu
tersebut dalam suatu kerucut. Menempati dasar kerucut adalah benda asli
yang mempunyai intensitas tertinggi disusul benda tiruan, sandiwara,
demonstrasi, field trip/kunjungan lapangan, pameran, televisi, film,
rekaman/radio, tulisan, kata-kata. Penyampaian bahan dengan kata-kata
saja sangat kurang efektif/intensitasnya paling rendah.
b. Faedah alat bantu pendidikan
1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan.
2) Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3) Membantu mengatasi hambatan bahasa.
4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.
5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.
6) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain.
7) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para pendidik/pelaku pendidikan.
8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.
Menurut penelitian ahli indra, yang paling banyak menyalurkan
pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75-87% pengetahuan
manusia diperoleh/disalurkan melalui mata, sedangkan 13-25% lainnya
tersalurkan melalui indra lain. Di sini dapat disimpulkan bahwa
alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan
informasi atau bahan pendidikan.
9) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik.
10) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
c. Macam-macam alat bantu pendidikan
1) Alat bantu lihat (visual aids) ;
- alat yang diproyeksikan : slide, film, film strip dan sebagainya.
- alat yang tidak diproyeksikan ; untuk dua dimensi misalnya
gambar, peta, bagan ; untuk tiga dimensi misalnya bola dunia, boneka,
dsb.
2) Alat bantu dengar (audio aids) ; piringan hitam, radio, pita suara, dsb.
3) Alat bantu lihat dengar (audio visual aids) ; televisi dan VCD.
d. Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan
1) Individu atau kelompok
2) Kategori-kategori sasaran seperti ; kelompok umur, pendidikan, pekerjaan, dsb.
3) Bahasa yang mereka gunakan
4) Adat istiadat serta kebiasaan
5) Minat dan perhatian
6) Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan diterima.
e. Merencanakan dan menggunakan alat peraga
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Tujuan pendidikan, tujuan ini dapat untuk :
a) Mengubah pengetahuan / pengertian, pendapat dan konsep-konsep.
Mengubah sikap dan persepsi.
c) Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru.
2) Tujuan penggunaan alat peraga
a) Sebagai alat bantu dalam latihan / penataran/pendidikan.
Untuk menimbulkan perhatian terhadap sesuatu masalah.
c) Untuk mengingatkan sesuatu pesan / informasi.
d) Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan.
f. Persiapan penggunaan alat peraga
Semua alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat bantu
belajar dan tetap harus diingat bahwa alat ini dapat berfungsi mengajar
dengan sendirinya. Kita harus mengembangkan ketrampilan dalam memilih,
mengadakan alat peraga secara tepat sehingga mempunyai hasil yang
maksimal.
Contoh : satu set flip chart tentang makanan sehat untuk
bayi/anak-anak harus diperlihatkan satu persatu secara berurutan sambil
menerangkan tiap-tiap gambar beserta pesannya. Kemudian diadakan
pembahasan sesuai dengan kebutuhan pendengarnya agar terjadi komunikasi
dua arah. Apabila kita tidak mempersiapkan diri dan hanya
mempertunjukkan lembaran-lembaran flip chart satu demi satu tanpa
menerangkan atau membahasnya maka penggunaan flip chart tersebut
mungkin gagal.
g. Cara mengunakan alat peraga
Cara mempergunakan alat peraga sangat tergantung dengan
alatnya. Menggunakan gambar sudah barang tentu lain dengan menggunakan
film slide. Faktor sasaran pendidikan juga harus diperhatikan,
masyarakat buta huruf akan berbeda dengan masyarakat berpendidikan.
Lebih penting lagi, alat yang digunakan juga harus menarik, sehingga
menimbulkan minat para pesertanya.
Ketika mempergunakan AVA, hendaknya memperhatikan :
1) Senyum adalah lebih baik, untuk mencari simpati.
2) Tunjukkan perhatian, bahwa hal yang akan dibicarakan/diperagakan itu, adalah penting.
3) Pandangan mata hendaknya ke seluruh pendengar, agar mereka tidak kehilangan kontrol dari pihak pendidik.
4) Nada suara hendaknya berubah-ubah, adalah agar pendengar tidak bosan dan tidak mengantuk.
5) Libatkan para peserta/pendengar, berikan kesempatan untuk memegang dan atau mencoba alat-alat tersebut.
6) Bila perlu berilah selingan humor, guna menghidupkan suasana dan sebagainya.
2. Media pendidikan kesehatan
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu
pendidikan (audio visual aids/AVA). Disebut media pendidikan karena
alat-alat tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan
kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah
penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau ”klien”.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media),
media ini dibagi menjadi 3 (tiga) : Cetak, elektronik, media papan
(bill board)
1) Media cetak
1) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
2) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau keduanya.
3) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
4) Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam
bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar
(halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai
pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubrik/tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah,
mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan.
6) Poster ialah bentuk media cetak berisi
pesan-pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di
tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto, yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
2) Media elektronik
1) Televisi ; dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum
diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV, Spot, quiz, atau cerdas
cermat, dll.
2) Radio ; bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, sandiwara radio, ceramah, radio spot, dll.
3) Video Compact Disc (VCD)
4) Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan.
5) Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.
3) Media papan (bill board)
Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat
dipakai diisi dengan pesan-pesan atau informasi – informasi kesehatan.
Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada
lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus/taksi).
E. Perilaku kesehatan
1. Konsep perilaku
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa
perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus)
dan tanggapan (respons). Ia membagi respons menjadi 2 :
a. Respondent respons/reflexive respons, ialah respons yang
ditimbulkan oleh rangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut
elicting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif
tetap, misalnya : makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya
yang kuat akan menimbulkan mata tertutup, dll. Respondent respons
(respondent behavior) ini mencakup juga emosi respons atau emotional
behavior. Emotional respons ini timbul karena hal yang kurang
mengenakkan organisme yang bersangkutan. Misalnya menangis karena
sedih/sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena marah).
Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku
emosional misalnya tertawa, berjingkat-jingkat karena senang, dll.
b. Operant Respons atau instrumental respons, adalah respons
yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsangan tertentu.
Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer,
karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah
dilakukan oleh organisme. Oleh karena itu, perangsang yang demikian itu
mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah
dilakukan. Contoh : Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan
suatu perbuatan, kemudian memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi lebih
giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut.
Dengan kata lain, responsnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.
2. Perilaku kesehatan
Yaitu suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup 4 (empat) :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu
bagaimana manusia merespons, baik pasif (mengetahui, mempersepsi
penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya maupun di luar dirinya,
maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan
sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan
sendirinya sesuai dengan tingkatan-tingkatan pencegahan penyakit,
misalnya : perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior),
adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya : tidur
dengan kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi,dll.
Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra.
b. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan, baik pelayanan
kesehatan tradisional maupun modern. Perilaku ini mencakup respons
terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan
obat-obatan, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan
pengguanaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni
respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi
kehidupan, meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita
terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya/zat
gizi, pengelolaan makanan, dll.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental
health behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai
determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup
kesehatan lingkungan itu sendiri (dengan air bersih, pembuangan air
kotor, dengan limbah, dengan rumah yang sehat, dengan pembersihan
sarang-sarang nyamuk (vektor), dan sebagainya.
Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health behavior) sebagai berikut :
1) Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang
berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, termasuk juga tindakan-tindakan untuk
mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi,
dan sebagainya.
2) Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan
atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasakan
sakit, untuk merasakan merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau
rasa sakit, termasuk kemampuan atau pengetahuan individu untuk
mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha
mencegah penyakit tersebut.
3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala
tindakan atau kegiatan yang dilakuakan oleh individu yang sedang sakit
untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh
terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap
orang lain, terutama anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan
tanggung jawab terhadap kesehatannya.
3. Bentuk perilaku
Secara lebih operasional, perilaku dapat diartikan suatu
respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari
luar subjek tersebut. Respons berbentuk 2 (dua) macam :
a. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di
dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang
lain, misal tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya ;
seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu mencegah suatu penyakit tertentu,
meski ia tak membawa anaknya ke puskesmas, seseorang yang menganjurkan
orang lain untuk ber-KB, meski ia tidak ikut KB. Dari contoh di atas
ibu itu telah tahu guna imunisasi dan orang tersebut punya sikap
positif mendukung KB, meski mereka sendiri belum melakukan secara
konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini
masih terselubung (covert behavior).
b. Bentuk aktif, yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi
secara langsung. Misalnya pada kedua contoh di atas, si ibu sudah
membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua
sudah ikut KB dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena itu
perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka
disebut ”overt behavior”.
4. Domain perilaku kesehatan
a. Menurut Bloom
1) Perilku kognitif (kesadaran, pengetahuan)
2) Afektif (emosi )
3) Psikomotor (gerakan, tindakan)
b. Menurut Ki Hajar Dewantara
1) Cipta (peri akal)
2) Rasa (peri rasa)
3) Karsa (peri tindak)
c. Ahli-ahli lain
1) Knowledge (pengetahuan), yaitu hasil ”tahu” dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan (rasa, lihat, dengar, raba, bau)
terhadap suatu obyek tertentu.
2) Attitude (sikap), yaitu reaksi atau respon seseorang yang
masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Ahli lain menyatakan
kesiapan/kesediaan seseorang untuk bertindak.
3) Practice (tindakan/praktik). Suatu sikap belum tentu
otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas.
Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat
konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah
dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor
fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari fihak lain,
misal suami atau istri, orang tua atau mertua, sangat penting untuk
mendukung praktek keluarga berencana.
d. Metode pendidikan untuk mengubah masing-masing domain perilaku
5. Tiga faktor pokok yang melatarbelakangi/mempengaruhi perilaku :
a. Faktor Predisposing, berupa pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dll.
b. Faktor Enabling/pemungkin, berupa ketersediaan sumber-sumber/fasilitas, peraturan-peraturan.
c. Faktor Reinforcing/mendorong/memperkuat, berupa tokoh agama, tokoh masyarakat.
F. Perubahan perilaku dan proses belajar
1. Teori stimulus dan transformasi
Teori stimulus - respon kurang memperhitungkan faktor internal,
dan transformasi yang telah memperhitungkan faktor internal. Teori
stimulus respon yang berpangkal pada psikologi asosiasi menyatakan
bahwa apa yang terjadi pada diri subjek belajar adalah merupakan
rahasia atau biasa dilihat sebagai kotak hitam ( black box). Belajar
adalah mengambil tanggapan - tanggapan dan menghubungkan tanggapan -
tanggapan dengan mengulang - ulang. Makin banyak diberi stimulus, makin
memperkaya tanggapan pada subyek belajar.
Teori transformasi yang berlandaskan psikologi kognitif,
menyatakan bahwa belajar adalah merupakan proses yang bersifat internal
di mana setiap proses tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor
eksternal, antara lain metode pengajaran. Faktor eksternal itu misalnya
persentuhan, repetisi/pengulangan, penguat. Faktor internal misalnya
fakta, informasi, ketrampilan, intelektual, strategi.
2. Teori-teori belajar sosial (social learning)
a. Teori belajar sosial dan tiruan dari Millers dan Dollard
Ada 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan;
1) Tingkah laku sama (same behavior).
Contoh : dua orang yang berbelanja di toko yang sama dan dengan barang yang sama.
2) Tingkah laku tergantung (macthed dependent behavior).
Contoh : kakak-beradik yang menunggu ibunya pulang dari pasar.
Biasanya ibu mereka membawa coklat (ganjaran). Adiknya juga mengikuti.
Adiknya yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, di lain waktu
meski kakaknya tak ada, ia akan lari menjemput ibunya yang baru pulang
dari pasar.
3) Tingkah laku salinan (copying behavior)
Perbedaannya dengan tingkah laku bergantung adalah dalam
tingkah laku bergantung ini si peniru hanya bertingkah laku terhadap
isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja. Sedangkan pada
tingkah laku salinan, si peniru memperhatikan juga tingkah laku model
di masa lalu dan masa yang akan datang. Tingkah laku model dalam kurun
waktu relatif panjang ini akan dijadikan patokan si peniru untuk
memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa yang akan datang, sehingga
lebih mendekati tigkah laku model.
b. Teori belajar sosial dari Bandura dan Walter
1) Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan
tingkah laku baru melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku
model.
2) Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan
(disinhibition), dimana tingkah laku yang tidak sesuai dengan model
dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah
laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang
dapat menjadi nyata.
3) Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah
laku-tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah
muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.
Kepustakaan :
Ali, Zaidin. 2000. Dasar-dasar pendidikan kesehatan masyarakat, ed. 1.
Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat ; Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta
Depkes RI. Tt. Buku pedoman kerja Puskesmas jilid III
Advertisement (468 x 60px )
!-end>!-local>
Latest News
Kamis, 18 Agustus 2011
Selasa, 09 Agustus 2011
Langganan:
Postingan (Atom)